Thursday, July 10, 2008

Kak Ahza Pindah ke Jogja

Mulai 12 Juli 2008, KaK Ahza pindah ke Jogja bersama mama (istriku tercinta) yang akan ambil kuliah S2 di UGM. "Kak Ahza" adalah panggilan keren untuk Anakku Ahza, sejak umur 2 tahun dia minta dipanggil "Kakak", walaupun belum punya adik.. :) Papa sekarang tinggal di Bogor sendiri, semoga semuanya sehat dan baik2 saja, amien.

Friday, August 26, 2005

Indikator Anak Berbakat

Orang tua mana yang tak ingin punya anak berbakat? Bagaimana, sih, cara mendeteksi bakat si cilik? "Anak sulung saya luar biasa aktif. Dia juga pintar dan suka sekali bertanya. Kadang, pertanyaannya bikin kami kewalahan. Teman-teman saya bilang, si sulung termasuk anak berbakat," tutur Andika, ayah dua anak tentang putra sulungnya yang berusia 4 tahun. Banyak orang dengan mudah menyimpulkan si A, si B, atau si C anak berbakat. Entah karena ia selalu jadi juara kelas, juara lomba, dan sebagainya. Bahkan, anak yang belum pernah menunjukkan prestasinya di bidang tertentu pun, sering dikatakan anak berbakat. Misalnya, suaranya merdu saat menyanyi. Sebenarnya, seperti apa sih, yang dimaksud anak berbakat?

Beda Pintar & Berbakat Menurut pakar psikologi pendidikan, Prof. Dr. S.C. Utami Munandar, anak berbakat berbeda dengan anak pintar. "Bakat berarti punya potensi. Sedangkan pintar bisa didapat dari tekun mempelajari sesuatu," jelasnya. Tapi meski tekun namun tak berpotensi, seseorang tak akan bisa optimal seperti halnya anak berbakat. "Kalau anak tak berbakat musikal, misalnya. Biar dikursuskan musik sehebat apa pun, ya, kemampuannya sebegitu-begitu saja. Tak akan berkembang." "Sebaliknya, jika anak berbakat tapi lingkungannya tak menunjang, ia pun tak akan berkembang." Soal bakat musik tadi, misalnya. Jika di rumah tak ada alat-alat musik, bakatnya akan terpendam," jelas guru besar tetap Fakultas Psikologi UI ini. Pada anak hiperaktif, jelasnya,"Konsentrasinya kurang terfokus. Jadi, hanya gerak fisiknya yang aktif tapi tak menunjukkan kelincahan intelektual. Aktivitasnya pun sering tanpa tujuan." Kendati dia suka bertanya, tapi tak berkonsentrasi pada jawabannya. Konsentrasinya mudah buyar jika ada hal lain yang menarik perhatiannya. Lain hal dengan anak berbakat. "Jika ia lari ke sana-sini, pasti ada tujuannya. Jika ia tertarik pada sesuatu, ia akan duduk diam dalam waktu yang lama, asyik sendiri mengerjakan sesuatu," terang Ketua Yayasan Indonesia untuk Pendidikan dan Pengembangan Anak Berbakat ini.
Perkembangan Lebih Cepat Bakat anak, lanjut Utami, berkaitan dengan kerja belahan otak kiri dan kanan. Belahan otak kanan berhubungan dengan kreativitas, imajinasi, intuisi. Sedangkan belahan yang kiri untuk kecerdasan. Nah, anak berbakat umumnya menunjukkan IQ di atas rata-rata, yaitu minimal 130. "Namun tak berarti anak dengan IQ rata-rata, yaitu 90-110, tak akan berbakat," tukas Utami. Anggapan orang bahwa IQ menetap seumur hidup, menurutnya, sama sekali tak benar. "Ada, kok, anak yang sebelumnya ber-IQ di bawah rata-rata, tapi dengan stimulasi dan pendekatan yang baik bisa berubah jadi di atas rata-rata," paparnya. Tapi IQ bukan satu-satunya yang menentukan seorang anak disebut berbakat atau tidak. Masih ada faktor lain lagi, yaitu CQ atau kreativitas, yang juga harus di atas rata-rata, minimal 250. Selain itu, tambah Utami, "Ia juga harus memiliki task commitment, yakni kemampuan pengikatan diri terhadap tugas atau motivasi. Jadi, ada keinginan dan ketekunan untuk menyelesaikan sesuatu." Nah, untuk mendeteksi apakah seorang anak berbakat atau tidak, menurut Utami, bisa dilihat dari perkembangan motoriknya. Anak berbakat, perkembangan motoriknya lebih cepat dibanding anak biasa. Entah dalam berbicara, berjalan, maupun membaca. Misalnya, umur 9 bulan sudah bisa jalan (normalnya, usia 12,5 bulan). Selain itu, ia juga cepat dalam memegang sesuatu dan membedakan bentuk serta warna. Untuk kemampuan membaca, kadang anak berbakat memperolehnya dari belajar sendiri. Yaitu dari mengamati dan menghubung-hubungkan. Misalnya dari memperhatikan lalu-lintas, teve, atau buku. Anak berbakat juga senang bereksplorasi atau menjajaki. "Jadi, kalau ia mempreteli barang-barang, bukan karena dia nakal tapi karena rasa ingin tahunya," terang Utami. Tentang rasa ingin tahu yang tinggi ini, terangnya lebih lanjut, memang pada umumnya dimiliki anak kecil. Hanya, pada anak berbakat, cara mengamatinya lebih kental dibanding anak-anak biasa. Hal lain yang menjadi karakteristik anak berbakat ialah bicaranya bisa sangat serius. Pertanyaannya sering menggelitik dan tak terduga. Kadang ia tak puas dengan jawaban yang diberikan, sehingga terus berusaha mencari jawaban-jawaban lain.
Pentingnya Stimulasi Lingkungan Meski demikian, Utami menyarankan orang tua tak lantas mudah melakukan generalisasi. "Mentang-mentang perkembangan motorik anaknya lambat, lantas dikira tak berbakat. Belum tentu, lo," katanya. Sebab, perkembangan setiap anak berbeda. Ada yang cepat dalam perkembangan bicara dan bahasanya tapi motoriknya lambat, dan sebagainya. "Bisa saja terjadi, anak yang dulu perkembangan bicaranya lambat, ternyata ketika besar menjadi sarjana sastra yang terkenal," ujarnya. Dengan kata lain, meski perkembangannya lambat, bisa saja nantinya ia berkembang menjadi anak berbakat dan mengejar ketinggalannya. Hanya saja, hal itu tak akan terjadi dengan sendirinya. "Semuanya tergantung dari lingkungan. Bagaimana stimulasi lingkungan akan sangat mempengaruhi perkembangan bakat anak," tukas Utami. Semakin dini orang tua memberikan stimulasi, akan semakin baik. Misalnya, dengan mengajak anak bercakap-cakap sejak ia masih bayi. "Banyak orang tua menganggap, bayi belum mengerti apa-apa sehingga belum perlu diajak bicara." Padahal, mengajak anak sering-sering berbicara sangat perlu. "Itu akan merangsang perkembang bahasanya dan berarti membuatnya terangsang untuk berbicara," tutur Utami. Begitu juga untuk mengembangkan keinginan anak akan eksplorasi. Sejak usia bayi hal ini sudah dapat dilakukan. Misalnya, tempat tidur bayi tak dibiarkan kosong melompong, tapi "diisi" dengan mainan gantung yang dapat merangsangnya. "Sesekali, dekatkan benda-benda yang terang ke dekat matanya agar ia bisa melihat jelas atau menyentuhnya. Ini sama dengan melatih koordinasi antara tangan dan matanya," kata Utami. Selain itu, tambah pakar kreativitas ini, beri ia kesempatan untuk melatih berbagai keterampilannya. Saat membacakan cerita, misalnya, "Orangtua tak melulu membaca tapi juga mengajukan pertanyaan agar si anak terbiasa berpikir kreatif."
Cukup Alat Sederhana Sarana dan prasarana pendidikan di rumah yang memungkinkan bakat si anak tercium, tentu saja perlu. Buku bacaan, alat musik/olahraga, atau mainan edukatif, sangat penting. Dari benda-benda itulah, akan terlihat ke mana bakat si anak. Apakah pada musik, olahraga, teknik, atau intelektual. "Dari situ juga akan terlihat derajat besarnya bakat tiap anak." Memang, aku Utami, tak semua orang mampu membeli alat-alat musik yang mahal. Untuk mendeteksi bakat musik, tak perlu punya piano. "Cukup dengan radio atau teve. Dari cepatnya si kecil menghapal nyanyian bahkan untuk melodi yang sulit-sulit, itu sudah menunjukkan bakatnya," terang penulis buku Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah ini. Selain itu, asalkan orang tua kreatif, alam pun sudah menyediakan berbagai sarana. Misalnya, membuat mainan dari biji-bijian atau dedaunan. "Sebaiknya dalam melakukan permainan, orang tua juga ikut terjun bermain. Sehingga anak dapat menikmati kegiatan itu dan mempunyai kepercayaan diri untuk mengembangkannya," kata Utami.
Perlakuan Khusus Setelah bakat anak ditemukan, orang tua seyogyanya memberi peluang pada anak untuk mengembangkan bakatnya. Yakni, dengan menciptakan lingkungan yang mendorong perkembangan bakat itu. Seperti sudah disinggung di atas, sekalipun seorang anak berbakat namun lingkungannya tak mendukung, maka ia tak akan berkembang. "Memang anak berbakat akan belajar lebih cepat dan melakukan segala sesuatu lebih baik ketimbang anak biasa, sehingga tampaknya tak perlu mendapatkan perhatian khusus. Padahal, tidak demikian," kata Utami. Setiap anak, lanjutnya, entah ia berbakat atau tidak, punya hak untuk mendapatkan pendidikan yang menarik dan menantang. Tapi karena kebutuhan, minat, dan perilaku yang "lebih" dibanding anak lainnya, mau tak mau, anak berbakat harus mendapatkan pengarahan khusus. Hanya, Utami mengingatkan, jangan sampai perlakuan khusus itu merugikan. Baik bagi si anak itu sendiri maupun anak lain. Misalnya, orang tua sering menonjol-nonjolkan anaknya yang berbakat dibanding anaknya yang lain. "Dampak buruknya, ego si anak semakin menghebat dan bisa juga ia rasakan sebagai beban. Sebab, seperti anak-anak lainnya, ia pun punya masalah emosional," terangnya. Sebaliknya bagi anak lain, bisa timbul rasa persaingan antara saudara. "Kok, dia melulu yang dipuji?" Karena itu, Utami menganjurkan orang tua bersikap tak menunjukkan si berbakat itu istimewa, tapi lebih pada memberikan rangsangan-rangsangan istimewa. Sebetulnya, yang paling penting dilakukan orang tua, kata Utami, "Mencoba menemukan bakat pada setiap anaknya karena masing-masing anak punya kekuatan tersendiri sehingga anak tak perlu merasa iri satu sama lain." Nah, tunggu apalagi? Semakin cepat dan semakin sering kita memberi rangsangan pada si kecil, bakat terpendamnya pun akan segera kita temukan.
Ciri-ciri Intelektual/Belajar Mudah menangkap pelajaran, ingatan baik, perbendaharaan kata luas, penalaran tajam (berpikir logis-kritis, memahami hubungan sebab-akibat), daya konsentrasi baik (perhatian tak mudah teralihkan), menguasai banyak bahan tentang macam-macam topik, senang dan sering membaca, ungkapan diri lancar dan jelas, pengamat yang cermat, senang mempelajari kamus maupun peta dan ensiklopedi. Cepat memecahkan soal, cepat menemukan kekeliruan atau kesalahan, cepat menemukan asas dalam suatu uraian, mampu membaca pada usia lebih muda, daya abstraksi tinggi, selalu sibuk menangani berbagai hal.
Ciri-ciri Kreativitas Dorongan ingin tahunya besar, sering mengajukan pertanyaan yang baik, memberikan banyak gagasan dan usul terhadap suatu masalah, bebas dalam menyatakan pendapat, mempunyai rasa keindahan, menonjol dalam salah satu bidang seni, mempunyai pendapat sendiri dan dapat mengungkapkannya serta tak mudah terpengaruh orang lain, rasa humor tinggi, daya imajinasi kuat, keaslian (orisinalitas) tinggi (tampak dalam ungkapan gagasan, karangan, dan sebagainya. Dalam pemecahan masalah menggunakan cara-cara orisinal yang jarang diperlihatkan anak-anak lain), dapat bekerja sendiri, senang mencoba hal-hal baru, kemampuan mengembangkan atau memerinci suatu gagasan (kemampuan elaborasi).
Ciri-ciri Motivasi Tekun menghadapi tugas (dapat bekerja terus-menerus dalam waktu lama, tak berhenti sebelum selesai), ulet menghadapi kesulitan (tak lekas putus asa), tak memerlukan dorongan dari luar untuk berprestasi, ingin mendalami bahan/bidang pengetahuan yang diberikan, selalu berusaha berprestasi sebaik mungkin (tak cepat puas dengan prestasinya), menunjukkan minat terhadap macam-macam masalah "orang dewasa" (misalnya terhadap pembangunan, korupsi, keadilan, dan sebagainya). Senang dan rajin belajar serta penuh semangat dan cepat bosan dengan tugas-tugas rutin, dapat mempertahankan pendapat-pendapatnya (jika sudah yakin akan sesuatu, tak mudah melepaskan hal yang diyakini itu), mengejar tujuan-tujuan jangka panjang (dapat menunda pemuasan kebutuhan sesaat yang ingin dicapai kemudian), senang mencari dan memecahkan soal-soal.
Sumber : Tabloid Nakita

Friday, July 22, 2005

Foto : Muhammad Ahza Arrazi

Musik Klasik, Alquran, dan Ketenangan Jiwa

SUDAH lama, para pakar ilmu psikologi perkembangan meneliti dan berkeyakinan, mendengarkan musik klasik dapat memengaruhi perkembangan otak dan kesehatan mental.
Stephanie Merrit, Direktur Pusat Musik dan Pencitraan California yang sebelumnya menjadi guru pernah mengalami hal unik berkenaan dengan perilaku anak didiknya. Pada suatu pagi, ketika pelajaran akan dimulai, ia melihat murid-muridnya loyo dan tak bersemangat serta daya tangkapnya rendah. Kemudian ia bertanya kepada mereka tentang makanan yang disantap sebelum berangkat ke sekolah. Jawabannya, semua makanannya bergizi tinggi. Namun ketika mereka ditanya tentang musik yang didengarkan sebelum berangkat, sebagian besar menjawabnya musik keras seperti heavy metal. Sejak itu, ia menganjurkan murid-muridnya untuk mendengarkan musik klasik. Hasilnya mengejutkan, semangat dan hasil belajar mereka meningkat.
Penelitian Dr. Alfred Tomatis, dokter dari Prancis, menyebutkan, musik klasik memberikan energi kepada otak dan membuatnya menjadi lebih santai. Eksperimen dan penelitian lainnya dilakukan Dorothy Retallack, seorang musisi profesional, tahun 1970 di Temple Buell College, Colorado terhadap tanaman. Hasilnya, tanaman labu yang distelkan musik klasik, tumbuh dengan baik ke arah radio dan batang-batangnya mulai melingkari radio. Sedangkan pohon labu yang diletakkan di ruangan musik rock tumbuh menjauhi radio, seolah-olah dia berusaha menjauhi tembok.
Kalaulah musik klasik yang notabene, hasil karya manusia banyak pengaruhnya terhadap perkembangan jiwa dan otak kita, lalu bagaimana dengan mendengarkan bacaan Alquran, adakah pengaruhnya seperti halnya kita mendengarkan musik klasik? Jika tilawah Alquran diperdengarkan kepada janin dalam kandungan, adakah pengaruhnya terhadap perkembangan jiwa dan otaknya, seperti pengaruh yang ditimbulkan musik klasik? Walaupun tidak dibarengi dengan data ilmiah, Syaikh Ibrahim bin Ismail dalam karyanya Ta'lim al Muta'alim halaman 41, sebuah kitab yang mengupas tata krama mencari ilmu berkata, "Terdapat beberapa hal yang dapat menyebabkan seseorang kuat ingatan atau hafalannya. Di antaranya, menyedikitkan makan, membiasakan melaksanakan ibadah salat malam, dan membaca Alquran sambil melihat kepada mushaf". Selanjutnya ia berkata, "Tak ada lagi bacaan yang dapat meningkatkan terhadap daya ingat dan memberikan ketenangan kepada seseorang kecuali membaca Alquran".
Dengan pernyataan tersebut setidaknya kita dapat mengungkap, Alquran memiliki pengaruh yang kuat terhadap daya ingat seseorang atau terhadap tingkat kecerdasan seseorang. Juga menimbulkan pengaruh terhadap kesehatan jiwa seseorang.
Dr. Al Qadhi, melalui penelitiannya yang panjang dan serius di Klinik Besar Florida Amerika Serikat, berhasil membuktikan hanya dengan mendengarkan bacaan ayat-ayat Alquran, seorang Muslim, baik mereka yang berbahasa Arab maupun bukan, dapat merasakan perubahan fisiologis yang sangat besar. Penurunan depresi, kesedihan, memperoleh ketenangan jiwa, menangkal berbagai macam penyakit merupakan pengaruh umum yang dirasakan orang-orang yang menjadi objek penelitiannya. Penemuan sang dokter ahli jiwa ini tidak serampangan. Penelitiannya ditunjang dengan bantuan peralatan elektronik terbaru untuk mendeteksi tekanan darah, detak jantung, ketahanan otot, dan ketahanan kulit terhadap aliran listrik. Dari hasil uji cobanya ia berkesimpulan, bacaan Alquran berpengaruh besar hingga 97% dalam melahirkan ketenangan jiwa dan penyembuhan penyakit.
Penelitian Dr. Al Qadhi ini diperkuat pula oleh penelitian lainnya yang dilakukan oleh dokter yang berbeda. Dalam laporan sebuah penelitian yang disampaikan dalam Konferensi Kedokteran Islam Amerika Utara pada tahun 1984, disebutkan, Alquran terbukti mampu mendatangkan ketenangan sampai 97% bagi mereka yang mendengarkannya.
Kesimpulan hasil uji coba tersebut diperkuat lagi oleh penelitian Muhammad Salim yang dipublikasikan Universitas Boston. Objek penelitiannya terhadap 5 orang sukarelawan yang terdiri dari 3 pria dan 2 wanita. Kelima orang tersebut sama sekali tidak mengerti bahasa Arab dan mereka pun tidak diberi tahu bahwa yang akan diperdengarkannya adalah Alquran. Penelitian yang dilakukan sebanyak 210 kali ini terbagi dua sesi, yakni membacakan Alquran dengan tartil dan membacakan bahasa Arab yang bukan dari Alquran. Kesimpulannya, responden mendapatkan ketenangan sampai 65% ketika mendengarkan bacaan Alquran dan mendapatkan ketenangan hanya 35% ketika mendengarkan bahasa Arab yang bukan dari Alquran.
Alquran memberikan pengaruh besar jika diperdengarkan kepada bayi. Hal tersebut diungkapkan Dr. Nurhayati dari Malaysia dalam Seminar Konseling dan Psikoterapi Islam di Malaysia pada tahun 1997. Menurut penelitiannya, bayi yang berusia 48 jam yang kepadanya diperdengarkan ayat-ayat Alquran dari tape recorder menunjukkan respons tersenyum dan menjadi lebih tenang. Sungguh suatu kebahagiaan dan merupakan kenikmatan yang besar, kita memiliki Alquran. Selain menjadi ibadah dalam membacanya, bacaannya memberikan pengaruh besar bagi kehidupan jasmani dan rohani kita. Jika mendengarkan musik klasik dapat memengaruhi kecerdasan intelektual (IQ) dan kecerdasan emosi (EQ) seseorang, bacaan Alquran lebih dari itu. Selain memengaruhi IQ dan EQ, bacaan Alquran memengaruhi kecerdasan spiritual (SQ). Diakui oleh para pakar saat ini, kesuksesan seseorang pada saat ini tidak cukup hanya diukur oleh kemampuan IQ dan EQ-nya. Tapi yang terpenting adalah tingkat kecerdasan spiritualnya (SQ). Semakin tinggi SQ-nya, semakin sukseslah ia. Mahabenar Allah yang telah berfirman, "Dan apabila dibacakan Alquran, simaklah dengan baik dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat" (Q.S. 7: 204). Atau juga, "Dan Kami telah menurunkan dari Alquran, suatu yang menjadi penawar (obat) dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Alquran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian" (Q.S. 17: 82). Atau, "Ingatlah, hanya dengan berdzikir kepada Allah-lah hati menjadi tentram" (Q.S. 13: 28).***
Source :Pikiran Rakyat
Oleh ADE SUDARYAT
Penulis, tinggal di Kampung Pasar Tengah Cisurupan Garut.

Friday, July 01, 2005

Kiat Mempererat Hubungan Ayah dan Anak

Hasil riset dan para psikologi banyak yang menyatakan, interaksi yang baik antara anak dan ayah sangat mempengaruhi kecerdasan emosional seorang anak yang membuatnya tumbuh menjadi sosok dewasa yang berhasil. Apa saja tips untuk melakukan hal itu ?
Hasil riset dan para psikologi banyak yang menyatakan bahwa peran ayah sangat penting dalam pertumbuhan seorang anak. Ikatan emosional antara ayah dan anak, ditentukan salah satunya oleh interaksi antara ayah dan anak itu sendiri. Interaksi yang baik antara anak dan ayah ini, dikatakan sangat mempengaruhi kecerdasan emosional seorang anak yang membuatnya tumbuh menjadi sosok dewasa yang berhasil. Bagaimana seorang ayah yang sibuk bekerja di luar tetap bisa mempererat dan menjalin ikatan emosional ini? Banyak kendala yang dihadapi seorang ayah untuk meluangkan waktunya merawat anak karena kesibukan di luar. Di bawah ini adalah tips-tips bagi Anda.
1. Persiapkan diri Anda sedini mungkin sejak istri Anda hamil Seorang suami sudah terlibat dalam pembuahan seorang anak, yang menjadikan istrinya mengandung. Masa kehamilan selama 9 bulan ini dapat Anda gunakan untuk mempersiapkan diri Anda sebagai seorang ayah. Berperan aktif lah Anda sebagai seorang suami sekaligus calon ayah dengan membantu kehamilan istri. Mengikuti persiapan persalinan berupa senam, membaca buku bersama mengenai kehamilan, cara merawat bayi atau berbelanja bersama untuk menyambut kelahiran sang bayi. Bila memungkinkan temanilah istri Anda dalam persalinan. Melihat langsung perjuangan istri Anda, dan detik-detik terdengarnya tangisan bayi yang lahir ke dunia ini, akan menambahkan rasa sayang dan kasih Anda baik kepada istri maupun anak Anda.
2. Ikut aktif merawat bayi Sedari awal menjelang kelahiran, cobalah ikut aktif merawat bayi Anda. Salah seorang peneliti menemukan bahwa para ayah yang mulai mengganti popok, memandikan, dan mengasuh bayi mereka sejak dini, akan besar kemungkinan melakukan kegiatan semacam itu pada bulan-bulan selanjutnya. Kebiasaan ikut aktif sang ayah dalam merawat bayi akan terbentuk. Anda akan menemukan saat-saat indah dalam masa ini. Anda bisa memandikan, mengganti popoknya, memberikan susu botol dan meninabobokan. Untuk masa awal, adalah wajar bila terjadi kesalahan-kesalahan karena yang perlu diingat merawat bayi perlu pengalaman secara langsung, penuh coba dan memperbaiki kesalahan. So nothing to loose. Try and you'll enjoy it. Bayi Anda akan semakin merasakan kehadiran Anda, mengenali sosok wajah Anda, suara Anda dan bau ayahnya. Tips bagi ibu..., biarkanlah suami Anda ikut merawat dan mengasuh dengan gayanya sendiri, Anda bisa memberikan dukungan dan dorongan agar suami akan semakin perrcaya diri dalam merawat bayinya. Memberikan masukan dan membetulkan cara merawat akan menambah smooth. Bagi keluarga yang mendapatkan pertolongan dari nenek atau saudara lainnya, usahakan lah jangan sampai menganggu porsi sang ayah dalam ikut aktif merawat bayi. Give him the space.
3. Bermain bersama Ketika bayi Anda makin beranjak usia, lewatkan waktu bersama untuk bermain, membaca buku atau melakukan aktivitas yang menyenangkan bagi bayi Anda yang mulai merangkak, mulai belajar berbicara atau berjalan. Ciptakanlah permainan-permainan yang menggairahkan, yang digemari seperti kuda-kudaan, pesawat terbang atau sembunyi sembunyian. Sesuaikanlah dengan perkembangan usia anak Anda. Membaca, mewarnai atau melakukan keterampilan menggunting, menempel secara bersama-sama.
4. Terlibat dalam kehidupan sosial anak Anda Ketika anak Anda mulai beranjak usia sekolah, dia akan memulai kehidupan sosial yang baru. Usahakan terlibat dalam kehidupan sosial anak Anda, dengan mengenali misalnya nama teman-temannya, dengan siapa dia bergaul, aktivitas yang dia lakukan bersama temannya atau nama guru TK/SD nya.
5. Jadilah pendengar yang baik Kesibukan kerja terkadang membuat Anda mengabaikan cerita-cerita anak Anda. Berikan keseimbangan antar kerja dan keluarga, atau usahakan jangan membawa pekerjaan ke rumah. Luangkan waktu 5 menit saja untuk mendengarkan celotehannya dan mengerti betul isi cerita itu. Jangan hanya 'meng-iyakan' agar cerita anak itu lekas selesai atau mengatakan nanti ayah sedang sibuk. Sebersit wajah kecewa akan nampak dan membuat anak akan semakin malas untuk bercerita pada anda. Akhirnya kebiasaan bercerita dan sharing dari anak akan menghilang. Jadi jangan Anda mengeluh bila anak Anda tidak terbuka suatu hari nanti, karena kebiasaan ini dimulai dari respon Anda sebagai pendengar yang baik atau tidak. Dengan menjadi pendengar yang baik, disamping keterbukaan, Anda akan menjadikan anak Anda dapat mengekspresikan dan cakap dalam mengungkapkan sesuatu.
6. Komunikasi yang baik Bila Anda dinas luar atau tinggal terpisah berjauhan dengan anak Anda, usahakan lah tetap menjalin komunikasi dengan baik, melalui telepon atau chatting internet. Tunjukkan perhatian Anda, rasa sayang Anda melalui telepon, sms atau melalui surat. Juga Anda bisa menggunakan moment ini sebagai pendewasaan bagi anak Anda. Misalnya dengan mengatakan Ayah akan pergi selama beberapa hari, ayah minta tolong yah agar Arif menjadi anak baik dan menjaga ibu. Anak akan merasakan dia dipercaya dan bertanggung jawab atas tugas-tugas tertentu.
7. Percayai anak Anda dan berikan kebebasan Jadilah seorang ayah yang memberikan kebebasan dan dapat mempercayai anak Anda. Kepercayaan Anda akan menjadikan dia tumbuh menjadi anak yang percaya diri dan mandiri. Janganlah mendikte dia untuk melakukan A. Tapi cobalah memberikan dia pilihan, misalnya Arif mau A atau mau B? Dan tetaplah membuka kemungkinan pilihan lain selama pilihan itu tidak bertentangan dengan hal prinsip. Dari masalah yang sepele mulai dari pilihan memakai kaos kaki, baju atau memilih sekolah. Dia akan merasa dihargai dan bertanggung jawab terhadap pilihannya. Sebagai seorang ayah, Anda bisa membimbing dan memantaunya.
8. Penuhilah sesuai kebutuhannya. Bertambah dewasa seorang anak, akan semakin bertambah kebutuhannya, semakin beragam dan variatif. Jangan Anda paksakan dan menganggap dia masih kecil sehingga memperlakukan sebagai seorang bayi. Mereka membutuhkan perlakuan sesuai dengan usianya. Kebutuhan seorang bayi tentunya berbeda dengan kebutuhan seorang anak usia sekolah, juga berbeda kebutuhan anak menjelang remaja dengan kebutuhan anak usia sekolah dan seterusnya. Cobalah Anda memahami kebutuhan anak Anda, dan tidak menganggapnya sebagai your sweety selalu. Demikianlah sedikit gambaran mengenai kiat-kiat agar Anda bisa semakin aktif berinteraksi dengan anak Anda. Jangan lewatkan masa-masa pertumbuhan itu, you won't get it back if you miss it. Selamat menikmati menjadi ayah yang baik, bukan sembarang ayah.
sumber: eramuslim

MATEMATIKA UNTUK BAYI

Bersamaan mulai berfungsinya mata seorang bayi dengan normal, sekaligus melihat fisik sekitarnya, proses pengajaran matematika sesungguhnya sedang berlangsung. Kiat Mengajarkan Matematika Kepada Bayi Berusia O - 1 Tahun Bersamaan mulai berfungsinya mata seorang bayi dengan normal, sekaligus melihat fisik sekitarnya, proses pengajaran matematika sesungguhnya sedang berlangsung. Karena apa yang dilihatnya jelas berkaitan batasan-batasan benda, yang gilirannya pada ukuran dan satuan. Kemudian diperkuat sikap bermanja sang ibu dengan memperlihatkan benda-benda ke hadapannya, sebagaimana dalam usaha membuat si bayi beraksi. Namun mengingat pamor matematika cenderung untuk konsumsi usia sekolah, sehingga apa yang dilakukan mereka itu seakan-akan tidak berkaitan dengan matematika. Akibatnya mereka tidak serius, dalam arti, bila ada kesempatan saja. Apalagi adanya predikat jelimet, komplek, dan susah yang dilekatkan pada tubuh matematika, tentu semakin membuat ibu tidak memprioritaskannya dalam jadwal peng*sensor*han. Bila seorang ibu sudah bisa menerima perilakunya seperti itu sebagai proses pengajaran matematika juga, tentu akan semakin terangsang memberikan input kepada bayinya. Sekarang tinggal pada metode, bagaimana urutan prioritasnya ? Jangan sampai yang lambat dicerna didulukan ketimbang yang cepat ditangkap, karena itu namanya meloncat. Nah ... berikut ini akan disampaikan beberapa kiatnya (kita batasi pada aritmatika : salah satu cabang dari Matematika)
MEMPERLIHATKAN BOLA Perlihatkanlah sejumlah bola dengan beberapa kali pindah posisi, yang berwarna gelap dan berbahan sama. Diameternya lima ukuran saja dulu, 1 cm s/d 5 cm, yang rasanya standar dengan daya penglihatannya. Bukankah puting susu dan daerah hitam pada payudara, yang umumnya sering dilihat bayi ketika mulai menyusu, sekitar itu juga ? Penampilan awalnya hendaknya berurutan dengan selisih waktu yang cukup. Tampilan acak dilakukan bila bayi sudah akrab. Pada waktunya timbul kesan adanya perbedaan dan persamaan, yakni ketika semuanya diperlihatkan, serta membandingkan besar kecilnya. Dipilih lingkaran mengingat kesempurnaan, kesederhanaan, dan keteraturannya, meskipun diproyeksikan ke bidang, sifat yang tidak dimiliki bangun lainnya. Satu ukuran yang warnanya berlainan pun boleh, asal tajam serta sudah populer pada diri manusia sepanjang hidupnya. Hitam, hijau, merah, biru, dan kuning, misalkan. Mana sajalah dulu yang dipakai. Substansinya hampir sama juga, hanya jenisnya lain. Ketika tahap sekaligus, pengertian lainnya muncul pada bayi, tepatnya kaitan warna, ukuran, dan satuan melalui penggabungan dua macam input monumental yang sudah dikuasainya. Pakailah lima bola berdiameter sama serta bisa digenggam. Sebanyak lima kali diperlihatkan, yang masing-masing diambil satu, ..., dan lima. Ini untuk pengurangan. Sebaliknya penjumlahan dengan menambahkan satu, ..., sampai empat pada bola yang tergenggam. Mengingat cirikhas pada setiap jumlah bola yang sering dilihatnya, bayi pun akan melihat kejanggalannya ketika dikurangi atau ditambah. Intersan serupa yang muncul sebentar-sebentar membuatnya semakin memahami hakikat bertambah dan berkurang, yang ditandai perubahan luas kelompok. Apalagi pada peragaan bola yang diameter dan warnanya beragam. Pemahamannya tidak lagi terikat dengan ukuran, tetapi pada jumlah bola yang tampak. Adanya perasaan terpisah bila sendiri dan bersama saat digendong, yang sudah muncul sebelumnya, sedikit-banyak ikut mempercepat pemahaman tersebut. Bila sudah maksimal barulah bangun lain dilibatkan yang kerumitannya setingkat di atas bola, yaitu kubus, mengingat ketiga sifat bola tersebut masih terkandung juga di dalamnya. Proses pengajarannya sama. Hanya waktunya semakin pendek karena formulanya sudah terjaring pada otak bayi dalam pengajaran bola. Tinggal mengaplikasikanya pada kubus. Bak mudahnya siswa SD menjawab 2 mangga + 3 mangga di rumah hanya karena sudah memahami hakikat 4 permen + 1 permen di sekolah. Bisa diteruskan dengan menampilkan keduanya, kotak dan bola, dalam setiap peragaan. Ukuran dan warna tidak perlu dipersoalkan lagi, karena yang dibahas terbatas pada Aritmatika. Masalah jumlah sebaiknya tidak beranjak dari lima, agar semakin memperkuat basis intelektualnya. Toh nanti akan terangsang untuk mempertanyakan objek dengan jumlah berikutnya. Akhirnya bayi akan benar-benar menganggap gabungan dan pisahan bisa dilakukan dengan benda apa saja. Terutama setelah bangun-bangun lainnya diperagakan. Pengertiannya tidak akan terpaku pada seragam atau beragam. Yang penting tampak langsung. Misalkan, setelah melihat dua bola dan tiga kotak di meja, yang penyimpanannya dengan tenggang waktu beberapa detik, ia pun mengerti adanya lima buah benda. Tentu saja dalam setiap pengajaran diselingi dengan mengajak bayi melihat benda-benda yang mudah diinderainya di berbagai ruang di rumah. Selesai memperagakan dua bola, misalnya, bisa dilanjutkan dengan memperlihatkan kedua mata kita. Pokoknya yang sepadan serta sering tampak. Tiada lain untuk membentuk karakter pengasosiasian, sehingga terasalah, apa yang diajarkan terhubungkan dengan apa yang dilihatnya. Terang saja bila dua lemari yang diperlihatkan akan susah, karena matanya belum sanggup dipakai untuk melihatnya sekaligus. Bisa-bisa ia memandangnya sebagai satu benda saja. Berarti tidak nyambung. Dua kaki pun sama, mengingat jarang tampak, sehingga kurang ampuh untuk memperkokoh pengertian. Lagi pula jarang orangtua memperlihatkan kakinya. Terlihat oleh bayi pun mungkin tidak.
MENYERTAI KEHIDUPAN BAYI Jadi pengajaran ini dimaksudkan untuk menyertai kehidupan bayi sehari-hari, khususnya dalam memandang benda-benda, serta merangsangnya menghubungkan satu sama lain. Bayi yang sudah sering melihat payudara ibunya, maka dengan peragaan dua bola dan tiga kotak, masing-masing segera terbayang olehnya akan persamaan atau perbedaan intuisinya. Sebaliknya bila tidak, bayangan itu memang akan muncul juga. Tetapi tidak akan secepat itu. Persis dengan dua WNI yang ber-IQ sama disuruh mengumpulkan sejumlah kata dengan awalan huruf tertentu. Apakah sama cepat bila salah satunya menggunakan kamus ? Tidak toh ! Ingat ! Kemampuan menyerap pengajaran matematika pada siswa kelas I SD tidak hanya tergantung tingkat kecerdasan, juga pengalaman era pra sekolah berupa frekwensi pengamatan objek- objek melalui peragaan seperti contoh di atas di samping langsung terhadap objek-objek sekitarnya. Tidak heranlah bila banyak ilmuwan berkata bahwa banyaknya memori semacam itu terpatri pada bayi akan mempengaruhi daya : kreatif, kritis, atau aktifnya kelak. Terlebih otak saat itu sangat ampuh untuk merekam. Sesungguhnya masih bayi tidak tepat dijadikan alasan untuk menangguhkannya. Mendingan alasan takut salah. Tetapi terakhir ini perlu ditindaklanjuti dengan mencari metodenya. Bila diam saja itu namanya nrimo !
BERAKOMODASI DENGAN FISIK/MENTAL BAYI Hanya sebagai konsekwensi fisik/mental bayi masih rawan, caranya harus serba telaten. Dengan kata lain, sesuai dengan karakteristik khasnya. Bagaimana memanjakan dan mencermati dalam memandikan, membobokan, dan menyusui demikian juga hendaknya dengan pengajaran matematika. Jangan coba-coba berpedoman pada sistim untuk anak usia sekolah. Metode TK pun belum saatnya dipakai. Pokoknya sesuaikan saja dengan dunianya pada usia tersebut. Waktunya harus tepat, ketika badannya sedang bugar dan wajahnya sedang ceria. Syukur-syukur kamar pun tenang dan adem. Jangan sampai alat peragaannya menimpa badan, apalagi mukanya, karena dikhawatirkan menimbulkan trauma, yang gilirannya bersikap kapok. Taroklah terjadi juga. Pertimbangkanlah mencari alternatif sepadan. Misalkan warnanya diganti. Bila bayi tiba-tiba rewel segera hentikan. Ikuti dulu kemauannya. Apakah mau digendong, tidur, atau menyusu ? Bisa juga karena popoknya kurang memuaskan atau terkena kencing. Pokoknya kita harus mempunyai kira-kira, kapan si bayi dalam kondisi prima dan gembira. Untuk itu pribadi khasnya harus dipahami pada berbagai suasana.
MEMPERDENGARKAN ANGKA Sebutan angka, satu, dua, dan seterusnya,cukup diperdengarkan secara berurutan, pelan, dan bernada. Tanpa itu akan memberi kesan heboh, kaku, dan marah, yang bisa membuatnya terkejut dan menangis, sehingga tidak termakan sedikit pun. Mengingat pendengaran bayi sudah berfungsi ketika masih dalam rahim, berarti itu bisa dilakukan sejak lahir. Memang mulanya tidak akan mengerti juga. Tetapi karena sering didengar, akan irama verbal akan terekam juga. Berarti kelak semakin mudahlah bayi mengucapkannya ketika sudah bisa berbicara. Tinggal nanti mengaplikasikannya ke sejumlah benda yang terkait, sehingga ia pun akan mengerti, apa yang dimaksud dengan masing- masing. Proses pengajaran ini bisa dilakukan setelah usianya setahun. Semua itu akan memberikan kredit point terhadap wawasan intelektual. Substansinya tidak bisa dianggap kecil. Demikian juga terhadap kemampuannya bergulat seputar matematika di bangku sekolah. Sering kita lihat beberapa mainan/makanan kesukaan bayi berusia dua tahun diambil saudaranya secara diam-diam. Reaksinya beragam, saat itu juga, beberapa detik kemudian, atau tidak sama sekali. Ini mengindikasikan daya hitungnya yang berlainan, terlepas pelit-sosial, takut-berani, dan cuek-pedulinya. Celakanya bila sampai dilakukan orang luar, sementara harganya mahal dan nilainya tinggi. Jadi sesungguhnya dengan pendidikan sejak lahir itu akan memperbesar daya kritis di kemudian hari, khususnya sikap tanggap terhadap perubahan hak miliknya.
MILYARAN NEURON BAYI Sejak lahir otak manusia yang terdiri dari milyaran neuron itu sudah siap dianyam menjadi jalinan akal melalui m*sensor*kan berbagai fenomena yang datang dari kehidupannya sehari-hari. Jadi tiada alasan untuk memisahkan bayi dengan matematika sampai usia sekolah, mengingat keduanya sudah berintegrasi otomatis sejak dini. Walaupun sifatnya autodidak, berdasarkan pengideraan sehari- hari, namun dasar-dasar pengajaran matematika sudah diperolehnya, yakni yang berlangsung secara alamiah. Warna iramanya perlu dikenali sebagai referensi. Kemudian dikembangkan dengan memperkenalkan materi pengajaran yang kira- kira akan membuat si bayi merasakan adanya sambungan memori. Taroklah bayi sudah sering melihat benda berjumlah satu, dua, dan tiga. Bukan berarti materi selanjutnya dengan lambang bilangan empat, karena akan bengong, tetapi dengan memperlihatkan benda yang jumlahnya empat, agar perbendaharaan memorinya semakin banyak. Tanpa memperhitungkan irama, itu ibarat seorang guru TK yang menyanyikan sejumlah lagu, tetapi masing-masing hanya pada bait pertama, dengan alasan, bisa dilanjutkan di rumah. Nah ... bagaimana pun setiap muridnya akan merasa kurang sreg atau belum lengkap. Perasaan kecewa seperti inilah membawa mereka malas mendengarkan, apalagi mengikutinya.
PENUTUP Akhirnya berpulang pada antusias mereka yang berkompeten untuk merintis sampai mengwujudkannya sebagai budaya pendidikan segmen matematika di kalangan bayi baru lahir. Maka seyogyanya dipikirkan sejak dini.

Al Qur’an dan Musik Klasik

Lebih Kompleks ketimbang Musik Dalam musik klasik terdapat kekompleksan not atau partitur lagu yang bagipara pemain musik dan penikmatnya mampu menjembatani otak kanan dan kirisehingga mendatangkan kecerdasan berkat daya tangkap yang lebih dankonsentrasi tinggi.
Dan ternyata Al-Quran pun memberikan kekompleksan yangsama bahkan lebih baik daripada musik klasik. Saat dibacakan dengan benarsesuai tajwid dan makhraj huruf, Al-Quran mampu merangsang kemapuansyaraf-syaraf otak anak. Dan bila musik mozart dianggap dapat meningkatkanIQ dan EQ, maka Al-Quran dapat meningkatkan IQ, EQ dan SQ anak.
Ayat Al-Quran merupakan kata-kata Sang Pencipta Otak, Pencipta Manusia,Allah SWT. Pada setiap ayat selalu tersimpan makna dan kata yang"berarti". Tidak ada satupun kata dari ayat Al-Quran sia-sia. Semuamengandung arti dan tanda-tanda kebesaran Allah SWT, Allahu Akbar.Sedangkan shlawat mengandung do'a kepada Allah agar Nabi Muhammad SAWselalu diberkahiNya. Bukan saja untuk menenangkan, tapi ayat Allah dan rangkaian shalawat-dzikir juga bisa untuk terapi. Karenanya sangatdianjurkan kepada orang tua yang sedang menanti kelahiran buah hatinyauntuk rajin membaca Al-Quran, berzikir, bershalawat atau bahkanmendengarkan nasyid.
Penelitian mengenai keunggulan Al-Quran juga dilakukan oleh DR.Nurhayatidari Malaysia yang diungkapkannya dalam Semina Konselling dan PsikoterapiIslam di Malaysia pada 1997, terbukti bayi usia 48 jam yang mendengarayat-ayat Al-Quran dari tape di ruangan bayi menunjukkan respon tersenyumdan menjadi lebih tenang.Nah, dengan sedikit pengertian di atas, maka kini tergantung pada dirianda sendiri. Mendengarkan musik memang membuat jetak jantung bayi danjuga orang dewasa lebih teratur namun tidak menimbulkan rasa cinta kepadaSang Khalik secara langsung. Sedangkan Alquran, nasyid dan shalawat jugasama-sama membuat detak jantung bayi lebih teratur tapi sekaligusmenimbulkan rasa cinta dan dekat kepada Sang Khalik. Bukankah ini bekalterbaik untuk hidup dan masa depannya ?! Anggraini LubisSumber : Zahrotun Nihayah, Wakil Dekan bid. Akademik Fakultas PsikologiUIN Syarif Hidayatullah dan Kajur PAUD Universitas Al-Azhar Indonesia.

Musik Klasik Mencetak Anak Kreatif

Selama ini tanpa kita sadari sistem belajar di hampir semua sekolah telah menyebabkan para siswa menjadi stres. Dengan penekanan waktu belajar yang panjang, penyelesaian tugas yang lebih banyak kontrol, mengakibatkan pikiran mereka yang tengah berkembang terkalahkan oleh perasaan takut, ragu dan cemas. Parahnya sistem pendidikan kerap diprogram dengan memfokuskan pada hasil akhir, bukan pada proses pembelajaran. Namun kenyataannya anak-anak bukanlah mesin yang tidak berperasaan. Mereka tidak mencerna masukan seperti komputer yang menelan data. Cara mereka memperoleh informasi sangat dipengaruhi oleh pikiran bawah sadar, emosi, dan dorongan intuisi. Apabila aspek-aspek pembelajaran yang lebih manusiawi itu diabaikan, anak-anak sering mogok dan menjadi kacau. Mayoritas diantara mereka berprestasi buruk karena dipaksa belajar dengan mengikuti aturan yang kaku.
Oleh karena itu melalui pengalaman pribadi dan hasil riset, Stephanie Merrit (penulis buku) mengajak kita semua memecah semua keruwetan itu. Menurutnya anak-anak adalah penyair dan pelukis, penemu serta tukang dongeng. Mereka berani mengungkapkan diri. Sayangnya proses pendidikan yang dirancang saat ini sering menghacurkan spontanitas mereka, sebelum spontanitas tersebut punya kesempatan untuk berkembang. Ruang kelas acap menjadi wilayah yang sia-sia.
Maka yang terjadi kemudian adalah kemacetan dalam pembelajaran. Selama ini pembelajaran selalu dikaitkan dengan kesempurnaan. Misalnya menggambar, harus pakai pensil dulu, digaris dulu. Seharusnya tidak demikian. Belajar adalah ekspresi. Dengan menggunakan musik, diharapkan belajar menjadi santai, menyenangkan, sehingga mendorong kebebasan berekspresi.
Musik laksana oli, membuat sesuatu yang awalnya macet menjadi longgar dan lapang. Kelapangan tersebut bukan melulu terkait dengan stres saja. Stephanie juga mengatakan bahwa karena kelapangan itu muncullah kreativitas. Seseorang pada dasarnya menjadi tidak kreatif karena terkekang, tidak bisa mengemukakan gagasan atau ide. Musik bisa menjadi katup pelepas sehingga yang macet-macet menjadi lancar.
Sebuah kisah menarik diceritakan dalam buku ini. Suatu pagi, StephanieĆ¢€”yang ketika itu bekerja sebagai guruĆ¢€”bersiap memulai pelajaran, ia menyaksikan murid-muridnya loyo, tidak bersemangat dan daya tangkapnya rendah. Lalu Stephanie menanyakan apa yang mereka makan sebelum berangkat ke sekolah. Ternyata mereka semua makan makanan yang penuh gizi. Kemudian dia menanyakan lagi, musik apa yang mereka dengar tadi pagi. Sebagian besar murid menyebutkan aneka macam kelompok heavy metal. Sejak itulah Stephanie menyarankan muridnya untuk mendengarkan musik klasik. Selang satu minggu ternyata hasil belajar mereka meningkat secara signifikan.
Pengalaman menarik juga dituangkan Addie M.S. dalam pengantar buku ini. Ketika mempunyai anak pertama, ia belum menyadari manfaat musik. Barulah saat istrinya mengandung anak kedua, ia sadar bahwa musik bukan semata-mata untuk kesenangan orang dewasa, melainkan berguna untuk perkembangan anak. Karena itu, Tristan (anak keduanya) diperkenalkan pada musik klasik sejak dalam kandungan. Hasilnya dia lebih lentur, cepat tanggap, dan kemauan belajarnya tinggi daripada kakaknya.
Dari sinilah, sejak tahun 1998 Addie M.S kemudian mulai berkonsentrasi menyapa generasi muda dengan mengenalkan musik klasik. Bersama Twilite Orchestra (TO) ia tampil di sekolah-sekolah tidak dalam format konser, tetapi hanya bermain dalam kelompok-kelompok kecil. Menurutnya hampir 20 ribu murid yang menyaksikan pertunjukannya, dan sebagian besar adalah murid SD. Suami penyanyi Memes ini juga merasa iri melihat di negara-negara maju bahwa musik klaisk tak lagi dilihat dari Barat atau Timur, tetapi telah menjadi alat untuk menciptakan generasi yang qualified, yang produktif. Sementara kita masih asyik-masyuk berdebat bahwa itu tradisi Barat, dan kita punya budaya Timur.
Berpuluh-puluh komposisi klasik disebutkan dalam buku ini. Namun, ada lima komposisi yang paling direkomendasikan oleh Stephanie Merrit, yaitu Bradenburg Conterto No.1 dari Bach, Prelude to the Afternoon of a Fun dari Debussy, Eine Kleine Nachmusik dari Mozart, Cannon in D dari Pachelbel dan The Four Seasons dari Vivaldi.
Buku ini memberikan cakrawala baru bagi para orang tua, yang sekaligus pendidik pertama, dan para guru yang sesungguhnya juga menjadi orang tua. Stephanie mengupasnya secara jelas, tetapi hangat dan mengilhami. Didalamnya tersaji pelatihan-pelatihan musikal pada akhir setiap bab yang mengajak para pembaca untuk merasakan sendiri kekuatan musik dalam membangun imajinasi dan kreativitas. Penulis: Ratna Saidah Jawa Pos, tanggal 2003-08-03

10 Langkah Bagi Ayah Ibu Bekerja

Membesarkan anak dengan baik memang tidak mudah bagi pasangan suami istri yang bekerja. Dengan sepuluh panduan berikut mudah-mudahan mereka dapat menjalankan tugas sebagai orang tua dan pasangan karier secara seimbang. Lebih dari tiga puluh tahun terakhir, dengan pelbagai alasan sosioekonomi semakin banyak pasangan suami-istri yang harus bekerja. Kegiatan masing-masing anggota keluarga di luar juga meningkat, akibatnya waktu berkumpul antara anak dan orang tua atau saudara-saudara mereka semakin sedikit. Anak lebih banyak menghabiskan waktu bersama pengasuh atau malah bermain sendiri di rumah. Kecenderungan ini, menurut Daniel Amen, M.D., direktur medis The Center For Effective Living, akan menimbulkan dampak sosial serius jika orang tua tidak memberikan kepemimpinan yang kuat kepada anak-anak mereka. Psikiater anak, remaja dan dewasa ini menyodorkan sepuluh panduan untuk membesarkan anak secara sehat dalam keluarga dengan kedua orang tua bekerja.
1. Waktu. Hubungan orang tua-anak yang baik memerlukan waktu yang memungkinkan mereka berkumpul secara fisik. Tidak perlu berjam-jam. Yang penting, orang tua secara konsisten meluangkan sedikit waktu bersama anak-anak hampir setiap hari. Ketika bersama mereka, jauhkan gangguan dan konsentrasikan perhatian kita kepada mereka. Waktu adalah tonggak penyangga pengasuhan yang baik. 2. Jadilah pendengar yang baik. Bila anak-anak mengetahui bahwa kita benar-benar mendengarkan apa yang mereka katakan, mereka akan lebih bersemangat untuk berbagi perasaan dan pikiran. Sebaliknya, kalau orang tua merendahkan gagasan anaknya atau "rajin" mengkritik kata - katanya, anak itu akan menarik diri dan memilih lebih dekat pada teman. Karenanya, jika ingin memiliki pengaruh dalam kehidupan anak, mari menjadi pendengar yang baik. Mereka akan menerima kita bila kita membantu mereka memecahkan masalah.
3. Tentukan harapan yang jelas. Memberitahukan anak apa yang kita harapkan darinya akan membentuk perilaku yang baik. Jangan ragu-ragu melibatkan mereka dalam pekerjaan sehari-hari dan untuk membantu menyelesaikan tugas-tugas di lingkungan rumah. Kebanyakan anak pasti akan mengeluh. Begitupun, kita harus berusaha agar mereka senang dilibatkan. Pada anak yang berperan serta dalam urusan rumah tangga, akan tumbuh etika kerja dan umumnya ia lebih merasa menjadi bagian dari keluarga.
4. Jangan membiarkan rasa bersalah. Banyak orang tua merasa bersalah karena bekerja seharian di luar rumah. Sebagai kompensasinya, mereka membiarkan anak berperilaku buruk dan tidak disiplin. Orang tua yang baik adalah yang tegas. Merasa bersalah merupakan tindakan kontraproduktif.
5. Jangan menggantikan kasih sayang atau waktu dengan uang. Memang penting untuk mengajarkan anak-anak bagaimana mengelola uang, tetapi jangan gunakan uang sebagai pengganti waktu atau kasih sayang kita. Pesan materialistis di televisi mudah sekali merasuki anak dan membangkitkan keinginan mereka untuk membeli ini dan itu. Bagaimana kita dapat membentengi mereka dari pengaruh buruk ini? Kita buat mereka untuk selalu berusaha bila ingin memperoleh sesuatu. Sesuatu yang diperoleh melalui bekerja, akan lebih terasa nilainya.
6. Jangan terlalu sering gonta-ganti pengasuh. Satu dari kebutuhan psikologi yang penting pada anak adalah bahwa ia terasuh dengan baik dan penuh kasih secara terus-menerus. Oleh karena itu kita memerlukan pengasuh. Dengan menggunakan pengasuh kecemasan kita akan berkurang selama kita bekerja. Namun sebelum menyerahkan anak pada seorang pengasuh, berikanlah kesempatan untuk terciptanya keakraban dan kedekatan antara anak dan si calon pengasuh. Sering gonta-ganti pengasuh dapat membahayakan anak. Untuk mencari orang yang tepat atau situasi yang baik bagi anak, kalau perlu, pergilah ke tempat yang jauh!
7. Kuncinya: pengawasan. Sering kali ketika ditinggalkan orang tua, anak terjerumus dalam masalah. Penelitian menunjukkan bahwa anak- anak bermasalah sering berasal dari keluarga yang kurang atau tidak diawasi. Anak-anak tidak begitu saja tahu sejak lahir, mana perilaku baik, mana yang buruk. Mereka perlu diajari dan kemudian diawasi. Karenanya, sangatlah penting bagi orang tua untuk mengetahui di mana anaknya, sedang bersama siapa, dan sedang ngapain. Memang, anak sering mengeluh kalau ia diawasi ketat, tetapi anak-anak yang tidak diawasi juga sering merasa bahwa orang tua mereka tidak peduli dengan mereka!
8. Beri perhatian lebih saat ia baik. Ini bagian paling berat sebagai orang tua. Kita cenderung lebih memperhatikan anak-anak ketika mereka menjengkelkan. Sebaliknya, jauh lebih sulit untuk memperhatikan perilaku baik mereka. Namun, jika ingin anak berperilaku baik, berilah perhatian pada hal-hal yang kita sukai dari mereka. Kalau anak merasa diabaikan, secara bawah sadar ia akan berperilaku salah untuk menarik perhatian kita. Memperhatikan mereka sewaktu mereka baik, memang memerlukan usaha.
9. Hukuman itu untuk mendidik. Orang tua yang bekerja di luar rumah, cenderung mengalami kelelahan dan mudah jengkel. Maka mereka lebih mudah kehilangan kontrol terhadap anak-anak. Ini dapat menimbulkan masalah. Jangan pernah menghukum anak ketika kita sendiri tidak dapat mengontrol diri. Gunakan hukuman untuk mendidik, bukan untuk melampiaskan kemarahan.
10. Berikan teladan dalam relasi. Anak belajar berelasi dari orang tua mereka. Mereka juga merasa paling aman jika melihat orang tua saling memperlakukan pasangannya dengan baik. Maka hal terbaik yang dapat dilakukan bagi anak-anak kita adalah mencintai pasangan kita.
Sumber: Disadur dari Majalah Intisari Edisi Juli 2001